Peneliti menemukan samudera raksasa di
bawah perut bumi Asia bagian timur. Mengapa disebut raksasa, volumenya
diduga mencapai Samudera Arktika, atau sekitar 14 juta kilometer
persegi.
Data diambil dari catatan dalam gelombang
yang dihasilkan berulang kali terjadinya gempa bumi. Titik-titik itu
dikumpulkan dari instrumen yang tersebar di seluruh planet ini.
Seperti diberitakan oleh livescience.com, penemuan itu ditandai dalam bentuk sebuah bagian besar volume air yang ditemukan di bagian mantel atau lapisan Bumi.
Si penemu adalah Michael Wysession,
seismologis dari Washington University, St Louis dan mantan
mahasiswanya, Jesse Lawrence, yang kini mengambil studi di University of
California, San Diego.
Temuan tiga tahun lalu itu akan
dipublikasikan dalam monografi di jurnal American Geophysical Union.
Temuan itu berasal dari pengamatan seismograms.
Data diambil dari catatan dalam gelombang
yang dihasilkan berulang kali terjadinya gempa bumi. Titik-titik itu
dikumpulkan dari instrumen yang tersebar di seluruh planet ini.
Keduanya melihat ada sebuah wilayah di
bawah Asia yang dapat meredam gelombang seismik. Akibatnya, gelombang
seismik itu menjadi “menipis” dan juga membuat getaran semakin lama
semakin turun sedikit demi sedikit.
Bumi memasuki periode panjang peningkatan
aktivitas seismik yang akan memicu lebih banyak gempa bumi besar
beberapa tahun ke depan, sebuah laporan menyebutkan.
Laporan tersebut dipublikasikan oleh
agensi berita Rusia RIA Novosti, yang menyebut wilayah di sekitar laut
Pasifik sebagai titik potensial yang kemungkinan akan mengalami gempa
bumi dan tsunami beberapa tahun ke depan.
Disebutkan, zona seismik Pasifik termasuk
Rusia di teritorial Kamchatka dan Chukotka, negara bagian Amerika
Serikat Alaska dan di sepanjang pantai negara-negara Amerika Selatan
akan menghadapi aktivitas seismik yang muncul seiring dengan masa bumi
memasuki periode lain dalam aktivitas tektonik.
“Aktivitas seismik di lempeng Pasifik
mengalami peningkatan dalam tahun-tahun terakhir yang berarti bumi
memasuki periode lain dalam aktivitas tektonik.
Prosesnya sangat panjang yang bisa
memakan waktu tahunan,” ujar Vladimir Bormotov, seorang ilmuwan di
Institut Timur Jauh untuk Geofisika Tektonik di Khabarovsk Rusia.
Untuk mendukung klaim tersebut, ilmuwan
telah menunjukkan berbagai gempa bumi besar baru-baru ini yang terjadi
di seluruh dunia. Laporan tersebut hadir bersamaan dengan gempa susulan
yang kembali menimpa Chile sebesar 7,2 skala richter pada hari Kamis
(11/03).
“Air sedikit memperlambat kecepatan gelombang,” Wysession menjelaskan.
Pada prediksi penghitungan sebelumnya
berlaku, jika lempengan dingin dari dasar laut itu tenggelam ribuan mil
ke lapisan bumi, maka suhu panas akan menyebabkan air yang tersimpan di
dalam batu menguap keluar.
“Itulah yang kami tunjukkan di sini,”
kata Wysession. “Air di dalam batu turun dan tenggelam dari lempengan.
Itu cukup dingin, tapi semakin dalam semakin panas hingga akhirnya batu
itu menjadi tidak stabil dan kehilangan air.”
Meskipun mereka tampak padat, komposisi
dari beberapa batuan dasar laut itu mencapai sekitar 15 persen air.
“Molekul air sebenarnya terjebak dalam struktur mineral batu,” Wysession
menjelaskan. “Ini seperti tanah liat. “http://indocropcircles.wordpress.com/2011/12/15/misteri-temuan-samudera-raksasa-di-bawah-laut-asia/
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar